Niat Sholat Apakah Harus diUcapkan? : Hukum Membaca Niat Sebelum Sholat
Pertanyaan : Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa niat dalam shalat diucapkan sewaktu takbir pembukaan (takbirah al-ihram). Sementara itu, sebagian Iainnya mengatakan bahwa niat diucapkan sebelum takbirah al-ihram. Manakah saat yang benar dalam mengucapkan niat itu? Mohon dijelaskan dalilnya dan mazhab yang menganutnya.
Niat adalah kebulatan hati untuk melakukan ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah semata. Inilah hakikat niat dan sekaligus di sini terdapat keikhlasan. Kebulatan hati ini dapat terpenuhi, walaupun tidak diucapkan. Karena itu, niat tidak harus diucapkan. Disepakati oleh ulama bahwa niat dalam shalat hukumnya wajib, berdasarkan antara lain-firman Allah dalam al-Qur’an:
Menurut mazhab Hanafi dan Hanbali dan pandangan mayoritas ulama bermazhab Miliki, niat shalat adalah syarat dalam pengertian “tidak termasuk bagian dari shalat.” Sementara itu, dalam mazhab Syifi‘i dan sebagian ulama Miliki, niat shalat wajib terpenuhi dalam shalat, yakni pada awal shalat. Karena itu, mereka menamainya rukun.
Mazhab Abu Hanifah mensyaratkan bersambungnya niat dengan takbi‘rah al-ihram. Selain aktivitas berkenaan dengan shalat, tidak boleh ada sesuatu pun yang memisahkan antara niat dan takbir itu.
Misalnya makan, minum, dan sebagainya. Kalau yang memisahkannya adalah amalan shalat seperti berwudhu, atau berjalan menuju masjid, maka niat shalat yang dilakukan sebelum berwudhu dan pergi ke masjid itu masih berlaku, dan yang bersangkutan dapat mengerjakan shalat dengan mengucapkan takbir, meskipun ketika itu dia tidak berniat lagi.
Anda lihat bahwa mazhab ini tidak memerlukan niat bersama dengan takbir. Mazhab Hanbali juga memunyai pandangan serupa di atas. Mereka hanya menggaris bawahi bahwa niat itu boleh dilakukan sebelum takbir, asal tidak ada tenggang waktu yang lama antara niat dan takbir.
Mereka beralasan bahwa menyatukan niat dengan takbir merupakan sesuatu yang menyulitkan, sementara Allah berfirman, Dia (Allah) tidak menjadikan atas kamu dalam urusan agama sedikit pun keesulitan, (Q5. al-Hajj [22]: 78).
Mereka juga beralasan bahwa awal shalat adalah bagian dari shalat. Mazhab Maliki mewajibkan orang yang shalat untuk menghadirkan niatnya saat takbirah al-ihram, atau sesaat singkat sebelumnya.
Sementara itu, para ulama bermazhab Syafi‘i mewajibkan terlaksananya niat bersamaan dengan aktivitas shalat sekurang-kurangnya, di awal shalat. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah saat takbirah al-ihram.
Sebab, yang disebut “niat” adalah maksud hati yang berbarengan dengan aktivitas. Jika maksud itu dihadirkan sebelum aktivitas, maka yang demikian itu bukanlah niat, melainkan azam (tekad). Sementara itu, yang dituntut adalah niat. Ini berarti bahwa niat harus bersamaan dengan takbirah al-ihram, bukan sebelumnya dan bukan pula sesudahnya.
Karena itu, menurut pendapat sebagian ulama mazhab ini, jika seseorang melaksanakan shalat dengan mengucapkan niat, misalnya, “Saya berniat shalat, Allahu Akbar, saya berniat,” maka ucapan “Saya berniat” yang kedua ini membatalkan shalatnya, karena yang demikian ini adalah ucapan yang tidak dibenarkan dalam shalat.
Sumber : Buku 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui (Hal:35)
M. Quraish Shihab
Niat adalah kebulatan hati untuk melakukan ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah semata. Inilah hakikat niat dan sekaligus di sini terdapat keikhlasan. Kebulatan hati ini dapat terpenuhi, walaupun tidak diucapkan. Karena itu, niat tidak harus diucapkan. Disepakati oleh ulama bahwa niat dalam shalat hukumnya wajib, berdasarkan antara lain-firman Allah dalam al-Qur’an:
Padahal mereka tidak diperintah kecuali beribadah kepada Allah dalam keadaan ikhlas mumurnikan ketaatan kepada-Nya,... (QS. al-Bayyinah [98]: 5)dan hadits Rasulullah saw. yang sangat popular,
Sesungguhnya sahnya amal adalalah adanya niat(Ada juga yang memahami sabda Nabi ini dalam arti, “Sesungguhnya syarat kesempurnaan amal adalah adanya niat").
Menurut mazhab Hanafi dan Hanbali dan pandangan mayoritas ulama bermazhab Miliki, niat shalat adalah syarat dalam pengertian “tidak termasuk bagian dari shalat.” Sementara itu, dalam mazhab Syifi‘i dan sebagian ulama Miliki, niat shalat wajib terpenuhi dalam shalat, yakni pada awal shalat. Karena itu, mereka menamainya rukun.
Mazhab Abu Hanifah mensyaratkan bersambungnya niat dengan takbi‘rah al-ihram. Selain aktivitas berkenaan dengan shalat, tidak boleh ada sesuatu pun yang memisahkan antara niat dan takbir itu.
Misalnya makan, minum, dan sebagainya. Kalau yang memisahkannya adalah amalan shalat seperti berwudhu, atau berjalan menuju masjid, maka niat shalat yang dilakukan sebelum berwudhu dan pergi ke masjid itu masih berlaku, dan yang bersangkutan dapat mengerjakan shalat dengan mengucapkan takbir, meskipun ketika itu dia tidak berniat lagi.
Anda lihat bahwa mazhab ini tidak memerlukan niat bersama dengan takbir. Mazhab Hanbali juga memunyai pandangan serupa di atas. Mereka hanya menggaris bawahi bahwa niat itu boleh dilakukan sebelum takbir, asal tidak ada tenggang waktu yang lama antara niat dan takbir.
Mereka beralasan bahwa menyatukan niat dengan takbir merupakan sesuatu yang menyulitkan, sementara Allah berfirman, Dia (Allah) tidak menjadikan atas kamu dalam urusan agama sedikit pun keesulitan, (Q5. al-Hajj [22]: 78).
Mereka juga beralasan bahwa awal shalat adalah bagian dari shalat. Mazhab Maliki mewajibkan orang yang shalat untuk menghadirkan niatnya saat takbirah al-ihram, atau sesaat singkat sebelumnya.
Sementara itu, para ulama bermazhab Syafi‘i mewajibkan terlaksananya niat bersamaan dengan aktivitas shalat sekurang-kurangnya, di awal shalat. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah saat takbirah al-ihram.
Sebab, yang disebut “niat” adalah maksud hati yang berbarengan dengan aktivitas. Jika maksud itu dihadirkan sebelum aktivitas, maka yang demikian itu bukanlah niat, melainkan azam (tekad). Sementara itu, yang dituntut adalah niat. Ini berarti bahwa niat harus bersamaan dengan takbirah al-ihram, bukan sebelumnya dan bukan pula sesudahnya.
Karena itu, menurut pendapat sebagian ulama mazhab ini, jika seseorang melaksanakan shalat dengan mengucapkan niat, misalnya, “Saya berniat shalat, Allahu Akbar, saya berniat,” maka ucapan “Saya berniat” yang kedua ini membatalkan shalatnya, karena yang demikian ini adalah ucapan yang tidak dibenarkan dalam shalat.
Sumber : Buku 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui (Hal:35)
M. Quraish Shihab