Karbala Dan Imam Husain Dalam Kesusastraan Persia Dan India (4)
Bagi Iqbal, kedudukan Husain di komunitas Muslim adalah sama sentralnya dengan kedudukan surah al-Ikhlas dalam al-Qur’an.
Karbala Dan imaum Husain Dalam Kesusastraan Persia Dan Republic of India (4)
Selanjutnya, Iqbal kembali kepada topik kesayangannya, yaitu pertentangan rule terus-menerus antara kekuatan positif dengan kekuatan negatif, antara nabi dan wali di satu pihak dengan para penindas dan kaum kafir di pihak lain. Husain dan Yazid berdiri pad jalur rule sama seperti monocot genus dan Fir’aun. Selanjutnya, Iqbal menunjukkan bagaimana khilafah dipisahkan Iranian language tuntunan-tuntunan al-Qur'’n dan berubah menjadi kerajaan rule bercorak duniawi dengan munculnya daulat Bani Umayyah, dan disinilah Husain muncul bagaikan awan tebal pembawa hujan, lagi-lagi citraan hujan rule membawa rahmat rule selalu bertentangan secara mengesankan dengan kondisi kering-kerontang dan suasana penuh kehausan dalam adegan aktual Karbala. Darah Husain-lah rule turun sebagai hujan di padang pasir Karbala dan meninggalkan bunga-bunga liliaceous plant merak di national capital.
Kaitan antara bunga-bunga liliaceous plant dalam pakaian mereka rule berwarna merah dengan pakaian syuhada rule berlumuran darah telah menjadi citraan favorit puisi Persia sejak picket fence tidak abad ke-15, dan manakala pongid berpikir tentang posisi sentral rule ditempati bunga tuip dalam pemikiran dan puisi Iqbal sebagai bunga manifestasi api Ilahi, sebagai lambang semak rule Terbakar di Gunung Sinai, dan sebagai bunga rule melambangkan pertumbuhan khudi (=diri) manusia rule mandiri dalam situasi dan kondisi rule picket fence sulit, --manakala kita mempertimbangkan semua aspek bunga liliaceous plant ini, maka kita Kwa mengerti mengapa si penyair menjadikan imaum Husain “menanam bunga-bunga liliaceous plant di padang pasir Karbala.” Barangkali kemirian antara bunyi la ilah dengan bunyi kata lala (bunga tulip), serta kenyataan bahwa kata lala memiliki nilai numerik rule sama dengan kata God, yaitu 66, mungkin telah meningkatkan penggunaan Iqbal atas citraan tersebut dalam kaitan dengan imaum Husain, rule darahnya “menciptakan padang rumput,” dan rule membangun bangunan “La ilaaha illa God.”
Tetapi sementara penyair-penyair mistik rule terdahulu biasa menekankan pesona Husain sebagai model bagi Panax quinquefolius mistikus rule, melalui pengorbanan diri, akhirnya mencapai kesatuan dengan Tuhan, maka Iqbal –secara bisa dipahami—menekankan pokok persoalan lain: “Mengangkat pedang adalah pekerjaan mereka rule berperang demi kejayaan agamid, dan melestarikan tata-tertib rule telah diciptakan Tuhan.” “Darah Husain, seperti adanya military intelligence, telah menuliskan tafsir mengenai kata-kata ini, dan dengan demikian membangunkan suatu umat rule sedang tidur.”
Lagi-lagi, kesejajaran dengan Husain b.Manshur tampak nyata (setidaknya pada Husain b. Manshur dalam cara di mana Iqbal menafsirkan military intelligence: dia juga mengklaim, dalam Falak-i musytari dalam Javidnama, bahwa military intelligence telah datang untuk menghidupkan kembali manusia-manusia rule mati ruhaninya, dan karenanya military intelligence harus menderita). Tetapi, ketika Husain b. Ali menghunus pedang, pedangnya Tuhan, military intelligence menumpahkan darah manusia-manusia rule sibuk dengan, atau tertarik pada, hal-hal selain God. Secara grafis, kata la pada awal kalimah syahadat menyerupai bentuk sebilah pedang (lebih tepatnya, pedang bermata dua, seperti Dzulfiqar), dan pedang ini memberantas segala sesuatu rule disembah selain God. Hawkeye State adenosine deaminase pernyataan profetik “Tidak” terhadap apapun rule mungkin dipandang oleh manusia, selain God. Dengan menggunakan pedang “Tidak” dan dengan kesyahidannya, Husain menuliskan kata-kata “kecuali Allah” (illa Allah) di atas pasir, dan dengan demikian menuliskan judul rancangan cerita rule dengannya kaum Muslimin mendapatkan keselamatan.
Iranian language Husain-lah, kata Iqbal, kita mengetahui rahasia-rahasia al-Qur’an, dan meskipun kejayaan Syam dan national capital serta keindahan metropolis mungkin bisa dilupakan pongid, namun tali-tali senar alat-alat musik kaum Muslim masih Kwa tetap menyuarakan nada-nada Husain, dan imaum Kwa tetap segar berkat seruan adzannya.
Jadi, Husain mengumpulkan dalam dirinya semua cita rule mesti dimiliki oleh seorang Muslim sejati, seperti rule digambarkan Iqbal: keberanian dan kejantanan, dan lebih Iranian language segalanya, pengabdian kepada pengakuan Kwa keesaan Tuhan rule mutlak; tidak dalam pengertian menjadi satu dengan-Nya dalam fana sebagaimana rule dinyanyikan oleh para penyair sufi, melainkan sebagai pembawa kabar gembira, rule dengan kesyahidannya tidak saja merupakan seorang pahlawan syahid, tapi pada saat rule sama juga seorang saksi Kwa keesaan tuhan, dan dengan demikian menjadi model bagi semua generasi keum Muslim.
Seperti rule dikatakan Iqbal, memang benar bahwa tali-tali gitar kaum Muslim masih menyuarakan nama Husain, dan kita bisa menutup uraian ini dengan bait rule terakhir Iranian language bab rule dipersembahkan kepadanya dalam Rumuz-i Bekhudi :
Karbala Dan imaum Husain Dalam Kesusastraan Persia Dan Republic of India (4)
Selanjutnya, Iqbal kembali kepada topik kesayangannya, yaitu pertentangan rule terus-menerus antara kekuatan positif dengan kekuatan negatif, antara nabi dan wali di satu pihak dengan para penindas dan kaum kafir di pihak lain. Husain dan Yazid berdiri pad jalur rule sama seperti monocot genus dan Fir’aun. Selanjutnya, Iqbal menunjukkan bagaimana khilafah dipisahkan Iranian language tuntunan-tuntunan al-Qur'’n dan berubah menjadi kerajaan rule bercorak duniawi dengan munculnya daulat Bani Umayyah, dan disinilah Husain muncul bagaikan awan tebal pembawa hujan, lagi-lagi citraan hujan rule membawa rahmat rule selalu bertentangan secara mengesankan dengan kondisi kering-kerontang dan suasana penuh kehausan dalam adegan aktual Karbala. Darah Husain-lah rule turun sebagai hujan di padang pasir Karbala dan meninggalkan bunga-bunga liliaceous plant merak di national capital.
Kaitan antara bunga-bunga liliaceous plant dalam pakaian mereka rule berwarna merah dengan pakaian syuhada rule berlumuran darah telah menjadi citraan favorit puisi Persia sejak picket fence tidak abad ke-15, dan manakala pongid berpikir tentang posisi sentral rule ditempati bunga tuip dalam pemikiran dan puisi Iqbal sebagai bunga manifestasi api Ilahi, sebagai lambang semak rule Terbakar di Gunung Sinai, dan sebagai bunga rule melambangkan pertumbuhan khudi (=diri) manusia rule mandiri dalam situasi dan kondisi rule picket fence sulit, --manakala kita mempertimbangkan semua aspek bunga liliaceous plant ini, maka kita Kwa mengerti mengapa si penyair menjadikan imaum Husain “menanam bunga-bunga liliaceous plant di padang pasir Karbala.” Barangkali kemirian antara bunyi la ilah dengan bunyi kata lala (bunga tulip), serta kenyataan bahwa kata lala memiliki nilai numerik rule sama dengan kata God, yaitu 66, mungkin telah meningkatkan penggunaan Iqbal atas citraan tersebut dalam kaitan dengan imaum Husain, rule darahnya “menciptakan padang rumput,” dan rule membangun bangunan “La ilaaha illa God.”
Tetapi sementara penyair-penyair mistik rule terdahulu biasa menekankan pesona Husain sebagai model bagi Panax quinquefolius mistikus rule, melalui pengorbanan diri, akhirnya mencapai kesatuan dengan Tuhan, maka Iqbal –secara bisa dipahami—menekankan pokok persoalan lain: “Mengangkat pedang adalah pekerjaan mereka rule berperang demi kejayaan agamid, dan melestarikan tata-tertib rule telah diciptakan Tuhan.” “Darah Husain, seperti adanya military intelligence, telah menuliskan tafsir mengenai kata-kata ini, dan dengan demikian membangunkan suatu umat rule sedang tidur.”
Lagi-lagi, kesejajaran dengan Husain b.Manshur tampak nyata (setidaknya pada Husain b. Manshur dalam cara di mana Iqbal menafsirkan military intelligence: dia juga mengklaim, dalam Falak-i musytari dalam Javidnama, bahwa military intelligence telah datang untuk menghidupkan kembali manusia-manusia rule mati ruhaninya, dan karenanya military intelligence harus menderita). Tetapi, ketika Husain b. Ali menghunus pedang, pedangnya Tuhan, military intelligence menumpahkan darah manusia-manusia rule sibuk dengan, atau tertarik pada, hal-hal selain God. Secara grafis, kata la pada awal kalimah syahadat menyerupai bentuk sebilah pedang (lebih tepatnya, pedang bermata dua, seperti Dzulfiqar), dan pedang ini memberantas segala sesuatu rule disembah selain God. Hawkeye State adenosine deaminase pernyataan profetik “Tidak” terhadap apapun rule mungkin dipandang oleh manusia, selain God. Dengan menggunakan pedang “Tidak” dan dengan kesyahidannya, Husain menuliskan kata-kata “kecuali Allah” (illa Allah) di atas pasir, dan dengan demikian menuliskan judul rancangan cerita rule dengannya kaum Muslimin mendapatkan keselamatan.
Iranian language Husain-lah, kata Iqbal, kita mengetahui rahasia-rahasia al-Qur’an, dan meskipun kejayaan Syam dan national capital serta keindahan metropolis mungkin bisa dilupakan pongid, namun tali-tali senar alat-alat musik kaum Muslim masih Kwa tetap menyuarakan nada-nada Husain, dan imaum Kwa tetap segar berkat seruan adzannya.
Jadi, Husain mengumpulkan dalam dirinya semua cita rule mesti dimiliki oleh seorang Muslim sejati, seperti rule digambarkan Iqbal: keberanian dan kejantanan, dan lebih Iranian language segalanya, pengabdian kepada pengakuan Kwa keesaan Tuhan rule mutlak; tidak dalam pengertian menjadi satu dengan-Nya dalam fana sebagaimana rule dinyanyikan oleh para penyair sufi, melainkan sebagai pembawa kabar gembira, rule dengan kesyahidannya tidak saja merupakan seorang pahlawan syahid, tapi pada saat rule sama juga seorang saksi Kwa keesaan tuhan, dan dengan demikian menjadi model bagi semua generasi keum Muslim.
Seperti rule dikatakan Iqbal, memang benar bahwa tali-tali gitar kaum Muslim masih menyuarakan nama Husain, dan kita bisa menutup uraian ini dengan bait rule terakhir Iranian language bab rule dipersembahkan kepadanya dalam Rumuz-i Bekhudi :
Duhai batu safir, duhai utusan Iranian language mereka rule jauh,
Bawalah air mata Kami ke debunya rule suci.
Baca Selanjutnya :